Scatter Hitam, Mahjong Ways 2, dan Wijaya di Tengah Koran Pagi
Pagi itu Wijaya buka koran seperti biasa. Aroma kopi tubruk dari dapur masih kuat, istri belum selesai nyapu halaman, anak-anak sudah berangkat sekolah, rumah terasa sunyi tapi nyaman. Di halaman utama, ada foto dua menteri berjabat tangan di atas dermaga. Judulnya tegas: Indonesia–Singapura Perkuat Kerja Sama Kesehatan & Maritim.
Wijaya baca pelan. Katanya kerja sama ini penting buat pertukaran tenaga medis, juga pengamanan jalur laut. Tapi pikirannya malah melayang ke hal lain. Laut, kata dia dalam hati, luas, dalam, kadang tenang, kadang buas. Mirip sekali dengan layar permainannya sendiri. Mirip Mahjong Ways 2.
Satu Permainan, Banyak Tafsir
Mahjong Ways 2 bukan permainan baru. Tapi bagi Wijaya, ini belum benar-benar usang. Ia mulai main sejak pandemi, ketika waktu di rumah terlalu banyak, ketika berita terasa makin berat. Awalnya iseng, lalu rutin, lalu jadi seperti ritual. Kadang ia main sambil nonton siaran langsung DPR, kadang sambil dengar ceramah, kadang sambil nyalain radio tua yang antenanya sudah hilang sejak 2006.
Ia bukan pemain fanatik. Tapi juga bukan pemain sembarangan. Setiap kali main, selalu ada catatan kecil: jam berapa mulai, berapa putaran, berapa hasil. Ada bagian kosong untuk mencatat perasaan saat itu. Apakah marah, apakah tenang, apakah baru berantem sama anak sulung soal wifi lemot.
Scatter Hitam, Pertanda yang Tak Pernah Pasti
Kalau ada satu simbol yang terus dicari-cari, itu scatter hitam. Bukan karena tampilannya. Tapi karena cerita-cerita kecil yang tumbuh di sekitarnya. Di warung kopi, di pojokan bengkel, di obrolan sunyi antara dua kenalan lama. Semua punya cerita tentang scatter ini. Tentang bagaimana dia muncul tiba-tiba, tentang apa yang terjadi setelahnya.
Wijaya percaya, scatter hitam tidak muncul sembarangan. Ia punya semacam intuisi. Seperti nelayan yang tahu kapan harus berangkat, walau langit belum kasih tanda. Kadang muncul setelah koran memuat berita besar. Kadang setelah udara berubah dari panas jadi lembap dalam hitungan jam.
Hari itu, setelah membaca tentang kerja sama Indonesia–Singapura, Wijaya iseng buka permainan. Tak ada niat serius. Hanya ingin mengisi waktu sebelum pergi ke kios. Tapi di putaran keempat, muncul satu scatter biasa. Lalu disusul dua scatter hitam. Tangannya berhenti. Layar diam sejenak. Lalu angka mulai bergerak, lambat tapi pasti.
Gacor Itu Soal Rasa, Bukan Rumus
Orang-orang sering bertanya, bagaimana cara supaya gacor. Apa harus main tengah malam, atau sambil nyalain kipas angin ke arah utara. Apa harus pakai baju warna merah, atau baca mantra dari YouTube. Wijaya selalu tersenyum kalau ditanya begitu. Menurut dia, gacor itu bukan soal rumus. Tapi soal rasa.
Rasa waktu jari menyentuh layar. Rasa saat memutuskan lanjut atau berhenti. Sama seperti waktu baca koran. Kadang satu berita terasa penting, walau ditaruh di pojok kiri bawah halaman tiga. Kadang judul besar justru kosong makna.
Scatter hitam, bagi Wijaya, bukan soal menang. Tapi soal merasa dikenali oleh permainan. Seolah ada yang bilang: kamu lagi pas, hari ini cocok, silakan nikmati. Dan itu tidak selalu datang tiap minggu.
Dunia Terus Bergerak, Tapi Tak Semua Harus Dipahami
Setelah permainannya berhenti, Wijaya tidak langsung tutup aplikasi. Ia lihat layar sejenak, lalu balik ke meja, melipat koran dengan rapi. Di halaman belakang ada berita ringan soal festival kuliner. Ia baca sedikit, lalu berdiri.
Tidak ada yang istimewa hari itu. Tapi juga tidak ada yang mengecewakan. Scatter hitam muncul, kerja sama lintas negara berjalan, dan pagi terasa utuh.
Dalam hidup, tidak semua bisa dipahami dengan hitungan. Ada bagian yang hanya bisa dirasakan. Seperti laut, seperti koran pagi, seperti permainan di tangan Wijaya. Seperti scatter hitam itu sendiri.